Tuesday, December 13, 2011

menyiapkan rumus

meskipun..

kadang kita bosan mendengar para motivator didepan sana menjelaskan prinsip tutup botol, prinsip gelas kosong, prinsip kertas putih..

tapi,

mau tak mau, diam diam kita mesti menyiapkannya, mengondisikan mata hati kita, mengkondisikan jiwa, indera kita untuk, berkonsentrasi menatap bayangan diri kita yang dipantulkan oleh teman sepermainan yang belakangan kita bahas tadi diam diam sudah menjelma menjadi guru.

tak peduli siapa kita, tak peduli siapa dia..

diam diam, kita mesti menyiapkan hati untuk melihat bolong bolong pada jiwa kita yang harus segera di tambal. satu kebaikan, atau perbaikan yang dikerjakan saat ini akan memancing kebaikan lain dihari esok..

merangkak akan disambut dengan berjalan, berjalan akan disambutNya dengan berlari..

maka bolehlah kita meminta agar Ia menjaga diri kita tetap dalam kondisi menikmati kesyahduan suasana akrab, romantis yang baru baru saja ini kita bangun bersamaNya..

diam diam, kita mesti membersihkan instrumen jiwa kita, agar ia dapat menangkap pesan yang dikirm oleh sang cermin.

diam diam, kita mesti sabar menyesuaikan frekuansi dengan frekuensi langit, agar ia dapat menerima siaran surga tersebut.

karena yang lain, karena yang lain, karena yang lain..

bisa saja melihat cahaya benderang dari guru sepermainan kita tadi biasa biasa saja, atau bahkan, yang lain ini lebih memilih untuk mencibir 'mereka'..

maka, jauh sebelum Allah mempertemukan kita dengan permata di halaman rumah tersebut, diam diam kita mesti sudah berjaga jaga meniapkan hati untuknya.

dan ketika hari perjumpaan itu tiba. kilaunya akan nampak jelas menyejukkan mata hati kita.

karena yang lain, karena yang lain, karena yang lain..

akan lebih melihat kilau dunia..

cantik/tampan yang memesona mereka, sepenuhnya berbeda dengan yang memesona manusia manusia terkondisikan tadi.

sehingga, dalam diagram hati kita, Allah membuatkan rumus sendiri untuk menerjemahkan seseorang itu cantik/tampan..

maka,

diam diam, kita benar benar mesti meniapka hati kita untuk menerima cahaya itu, menapaki tahap tahapnya, dan berdiri kuat di setiap tahap tersebut agar tidak jatuh. dan siap menapaki derajat yang lebih menentramkan jiwa..

posisi yang lebih akrab, hidup dengan Allah disisi..

7 hari mencari cermin

lalu, kita menemukan sahabat sahabat dari golongan kita sendiri, mereka yang bukan hanya bisa kita dapat dari golongan ustadz/ustadzah apalagi golongan malaikat..

karena sekali waktu, kita kesulitan menemukan bayangan yang kita cari dari para ustadz, kyai yang kita jumpai ini.

tapi, dari wajah wajah mereka inilah

dari tutur kata mereka inilah,

dari gerak gerik mereka inilah..

dari mereka yang mondar mandir di hari hari biasa kita inilah,

kemudian kita menemukan cermin jernih itu

yang merefleksikan bayangan fitrah diri kita, sebagai hamba, sebagai manusia putih bersih.

itulah mengapa, Allah melarang kita membeda bedakan manusia dari wajahnya, dari hartanya, dari jabatannya, kalau mau bedakan, bedakanlah dari apa yang ada di dalam hatinya..

maka, siapa yang tidak ingin menjadi orang orang seperti 'mereka' ini?!

yang menyediakan cermin jernih tempat menemukan kembali wajah diri yang putih bersih, sesuai fithrah aslinya!?

siapa yang tidak ingin, menjadi 'mereka' ini..

yang jika engkau menatap wajahnya, maka seketika itu ka akan ingat Allah,

yang jika engkau mendengarkan tutur katanya maka bertambah ilmumu,

yang jika engkau tengok gerak geriknya maka tertariklah engkau memenuhi bekal akhiratmu..

atau alih alih..

bayangan yang kita buat adalah bayangan yang membuat jijik isi dunia,

siluet diri kita, adalah gambar egoisme, manusia kebal mati..

na'udzubillah bukan!?

Monday, December 12, 2011

mengasah kampak

Bahkan, dalam pekerjaan Ibadah sekalipun..
Ketika si fulan mengira, saat uang shodaqoh dimasukkan kedalam kencleng dengan tangan kanan, tanpa tangan kiri tau urusannya, bebaslah ia dari riya..
Ketika sang hati sudah dikondisikan dengan baik untuk mengarahkan niat, lurus kepadaNya, terkategorilah fulan, menjadi manusia Ikhlas..

(Apalagi, bagi mereka yang sedang berkubang dengan lumpur dunia, dalam gelak tawa, dan kenikmatan semu. Kasihan ya! Mereka yang tak pernah menyadari, jiak mereka sedang berada dalam ruang kelas ujian, sementara yang lain sedang khusyuk mengerjakan soal..)

Ternyata tidak kawan,
Jikalau Allah berkehendak, Dia akan membuat episode episode kecil yang akan memberii nilai tambah keikhlasannya, yang akan menjadi nilai tambahnya sebagai manusia dan sebagai hamba.
Yang akan menjadi batu, dinding ujian terhadap keikhlasannya.
Episode episode kecil yang akan menyergap ruang jiwanya, membuka pintu pintu sensitive yang akan membebaskan sesak, marah dan sejenisnya. Sekuat apa ia bertahan?!

Bahkan, bebatuan itu muncul dengan cara yang paling elegan..
Hampir saja, kita tidak menyadari hadirnya sebagai batu, melainkan..
Mungkin semacam terompet yang mesti dibungkam dengan kesombongan, bukan dengan kejernihan nurani..
Satu belum tercerna, muncul dua berikutnya. Ini mesti jadi kesempatan bagus mengasah jiwanya, memoles nurani biar kian jernih. Bila perlu menangislah, temui Allah, menjakan dirimu padaNya. Kalau yang lain mesti pergi ke riuh pasar dan berteriak, biar kita menikmati kesyahduan bersamaNya

Karena begitulah sopan santun yang mesti kita tampilkan untukNya..
Ada yang disapa dengan batu dan dinding ini, dalam tempo, ritme yang begitu rapat. Yang lain dapat bersantai menyelesaikan satu satu episode episode tersebut.

Karena begitulah sopan santun yang mesti kita tampilkan kepadaNya..
Semua ini tidak lain, sudah dikalkulasi dengan cermat olehNya, persis sesuai dengan kekuatan masing masing kita mengahadapinya.

Ada yang mesti tersesat dulu, baru ia temukan jalan benderang itu, ada yang mesti menerikakan seribu sumpah dulu biar puas, baru ia keletihan dan mencari cara lain. Kita tidak! Episode ke episode, drama pendek hari hari kita ini, terlalu sepele untuk dibayar energy yang mestinya kita pakai untuk merasakan, dan mengakrabi keberadaan Allah. Karean Dialah sang sutradara, satu satunya yang dapat meniupkan kelegaan, kenikmaatan tak terkira dari gunda, gulana, galau jiwa kita dalam meluruhkan batu batu tadi.

Dan mereka yang menyadari benar bahwa mereka akan benar benar bertemu Tuhannya, akan begitu menikmati kesyahduan mengakrabi Illahnya.. ada yang dalam tangis, ada yang dalam senyum..