Monday, October 25, 2010

karena dia seorang akhwat

nanar mata Fei menatap barisan jendela didepan, diluar sana ibu ayahnya mengantarnya sampai ujung pandangan.

Ia masih bingung dengan keputusannya, dengan alasan kepergiannya. Tekad yang ia peroleh dari kebohongan, pelarian, akan menjadi tekad prematur yang dapat merusak banyak bagian kehidupannya. Tapi ia harus pergi, mencari rasa baru, menemukan warna baru.

****

Ia harus segera beradaptasi, dari ujung sumatera sana, yang panas, keras. Kepada lembah pulau Jawa, bumi parahyangan yang dingin, lembut.

Nasib baik, ia segera bisa menemukan warna itu, rasanya tak ada lagi dendam yang akan merusak jiwanya. Lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri, mendapat kos kosan yang kodusif, dan memiliki banyak teman teman baru.

Ini bukan dendam, ini semacam endapan penasaran yang harus dituntaskan. Ahh.. malu ia mengakui, kalau semua kisahnya ini berawal dari masalah perempuan. Perempuan yang bernama akhwat. Jenis wanita seperti apakah akhwat ini!?

Sungguh, ia sudah memutuskan untuk benar benar menyerah. Dulu, semua yang ia anggap wajar dalam pergaulan remaja laki laki dan perempuan, pernah menjadi begitu tawar dihadapan akhwat ini. Tidak adil fikir Fei, akhwat ini menjauhinya justru ketika mereka sudah dekat, ketika Fei mulai menyukainya. Sudahlah! Fikirnya lagi, akhwat ini bukanlah jenis perempuan yang sama kasta dengan dirinya.

****

Satu semester kemudian, sebiasa hari harinya yang lain, pagi itu satu nada ringtone pesan singkat memanggilnya bangun. Tidak! ia sudah terbiasa tidak menghiraukan pesan digital semacam itu. Nanti sajalah! Fikirnya.

Baru setelah mandi pagi ia buka telepon genggamnya.
Bagai di sengat listrik ribuan volt, pesan singkat tadi pagi rupanya memberi ia nama, Afifah Azzahra. Perempuan dari jenis akhwat, yang menjadi alasan pelariannya ke Kota Kembang ini.

Sehingga!
Gayung pun bersambut, cerita berlanjut..
Fei dan Afifah mulai akrab lagi. Fei bingung, bukankah dulu, Afifah yg menjauhinya! Tepat setelah hati Fei dibuatnya bergetar.

Tapi kini Afifah sendiri yg duluan datang menyapa lagi.

****

Suatu ketika, afifah memanggilnya akhi Fei, kali yang lain ada istilah Afwan jiddan, belum lagi Jazakallah khair, atau Syukron katsir..

Fei pun tersinggung malu, ia tak mau bertanya, maka ia mulai mendekati Dkm masjid kampusnya. Berharap mendapat jawaban yang cukup memadai tentang istilah istilah Afifah.

Hadirnya Afifah lagi, membuat semangat baru dalam hidup baru Fei, ia lupa kalau dulu, Afifah jugalah yang membuat Fei sempat ling lung.

****

Manusia punya rencana, Allah maha sempurna rencananya. Fei, yang berniat hanya menambang emas, tak dinyana berlian yang ia dapat. Kedekatannya dengan Dkm banyak sekali mambawa perubahan pemahaman pada dirinya. Kali ini ia mulai mengerti sikap tawar yang dulu pernah ia rasakan sebagai penghinaan dari Afifah. Rasanya, ia pun mulai mengerti, mengapa Afifah menghubunginya lagi.

Ini sesuatu yg dinamakan silaturahim, ukhuwah, menjaga dan merawatnya.

Dan, semakin ia dekat dengan masjid kampus semakin takut ia melanjutkan kisahnya dengan Afifah.

****

“Kring” seperti biasanya, jam tiga subuh adalah waktunya ia mendapat misscall dari Afifah. Nyaris setiap hari.

Obrolan lintas pulau dirinya dengan Afifah semakin sering, semakin akrab.
Ulang tahun Afifah, Fei menghadiahkan satu buku agenda dan buku manajeman best seller.

Afifah pun tak lagi berbatas, bercanda dengan Fei via pesan singkat. Hingga, terciptalah bunga bunga cinta diantara keduanya. Demikian penilaian Fei.

Tapi, tanpa kepastian dari Afifah, Fei tak pernah yakin dengan perkiraaanya.

****

Kepada Afifah
Di
Medan

Assalamualaikum,
Kabar baik dariku Fei, menemuimu sahabatku . semoga engkau disana juga baik baik saja.
Tahun kedua ini menjadi tahun yang mulai enteng bagi perkuliahanku, banyak hutang Syukur yang harus aku bayar, salah satunya adalah terbukanya lagi kesempatan bersahabat denganmu.

Bersahabat denganmu membuatku begitu banyak belajar, sadar, dan bersemangat memperbaiki kesalahan, kekurangan yang semakin lama semakin aku sadari semakin banyak.

Bersahabat denganmu juga melindungi diriku dari banyak keburukan, kesalahan pergaulan, dan berbagai kemunkaran.

Beruntunglah aku.

Sebenarnya, melalui surat ini aku ingin mengakui sesuatu, yang aku fikir kaupun sudah tau.

Bahwa aku manyukaimu, aku menyukai interaksi kita selama ini. Rasanya aku mencintaimu. Dan kalau tidak salah, aku merasakan hal yang sama juga terjadi padamu.

Aku tau, dari keluasan ilmumu, tak kan mungkin bagi kita mebina hubungan yang bernama pacaran. Maka ini bukanlah proposal pacaran. Aku hanya ingin mengungkapnya, melegakan hatiku. Semoga juga membawa ketenangan bagimu.

Kita tidak pernah tau apakah kita berjodoh atau tidak bukan! Kuliah kita masih tiga tahun lagi. Dan selama itu, aku tidak bisa menjanjikan pernikahan padamu.

Maka, dengan ini, aku hanya bisa menjanjikan padamu, kalau ada jalan jodoh untuk kita, kalau juga umur merestuinya, barulah setelah kita lulus aku bisa menikahimu.

Tatapi, aku masih berfikir, kalau saja Allah mengirimkan lelaki yang lebih pantas untukmu, silahkan Fi, aku pastikan aku kan berbahagia untukmu. Tidak pantas bagiku manghalang halangi Rencana Allah untukmu.

Semoga Allah menyayangi kita.

Aku harap persahabatan kita tidak berubah.

Dari Bandung,
Sahabatmu – Fei

****

Fei tidak pernah tau persis bagaimana Afifah menjalani kehidupannya, begitupun Afifah tidak pernah tau akan halnya Fei.

Persahabatan mereka berjalan tanpa ada perubahan.
Fei pun telah berusaha meneguhkan hatinya untuk menerima apapaun takdir Allah pada Afifah. Bukan, bukan karena cinta Fei pada Afifah masih diragukan kekuatannya. Justru karena Fei mencintai, menghormati Afifah..

****

Fei,
Ada Ikhwan yang akan menikahiku bulan depan
Aku minta do’a darimu,
Sahabatmu selalu – Fi

****

Bukan main guncangan yang Fei rasakan, meski ia telah mempesiapkan segala ketegaran untuk menghadapi datangnya hari ini. Tetap saja hatinya hancur berkeping keping.

Perlu waktu yang banyak untuk Fei pulih, tak menyalahkan Afifah, dan kambali pada ritme kehidupannya semula.

Baginya, Afifah adalah jalan penghubung terbesar yang Allah kirim untuk membawakan hidayah untuknya, memberi warna warna cerah dan terang pada hari hari Fei. maka tak mungin Fei bisa balik memusuhi Afifah, Fei hanya butuh waktu menenangkan diri.

Setahun, sepuluh tahun mungkin…
tidak, bukan untuk menghilangkan cintanya pada Afifah, tapi mengolah rasanya, sehingga episode cinta ini menjadi sejarah manis hidupnya..

No comments:

Post a Comment