Monday, October 25, 2010

mati

mereka yang keruh nurani, selalu melihat dengan angan angan panjang. Seakan kematian hanya berlaku atas orang lain. Orang orang seperti itu harus kerap diajak menurunkan jenazah ke liang lahat.melepas kerabat di akhir nafas, atau berbiduk di lautan dengan gelombang yang ganas. Bila tak mempan, takbirkan empat kali bagi kematian nuraninya.
(UstRahmatAbd)


Sayyid Quthb,

Ketika hari perjumpaan itu menjadi keputusan bagi para penguasa dzalim, apa yang ia tampilkan untuk sang maha kekasih?!

Tak mau ia kalah pada sejarah. Tak boleh ada sedikitpun sedih untuk hari perjumpaan dengan Sang Maha Kekasih. Jadilah hari itu, ia sambut tiang gantungan dengan satu senyum terbaiknya. Ia buat heran para eksekutor yang takut mati itu. Ia kemudian menjadi ketakutan tersendiri bagi para eksekutor itu.

Senyum inilah yang kemudian membawa hidayah bagi dua petugas eksekusi Syahid itu..


Umar Ibn Abdul Ajiz,

Khalifah kebangkitan, yang prestasinya kita sepakat sejajarkan dengan Umar ibn Khattab, sang kakek moyang..

Pada hari itu, dengan Khusyu ia menyenandungkan ayat ini:

Al-Qashash:83:

“Negeri Akhirat (Surga)Mu, kami berikan bagi orang orang yang tidak memerlukan Uluwwan (kebesaran atau kesombongan) dimuka bumi. Tidak juga kerusakan. Dan kesudahan yang baik itu adalah milik orang yang bertakwa”

Tepat sebelum panggilan cinta dari Allah sampai padanya, seakan ia tau persis kapan tibanya waktu perjumpaan itu.



Imad Aqil,

Syuhada Palestina ini, Mati dengan cara sangat mengenaskan..

Tidak cukup diberondong peluru, Israel masih juga harus menggunakan Rudal penghancur Tank untuk melumpuhkan tubuhnya.

Setelah tidak ada lagi gerakan pada tubuh mulia itu, pengecut Israel masih belum juga berani mendekatinya. Tak satupun prajuritnya berani mendekat, tidak juga sang komandan. Jadilah seorang warga mereka suruh memastikan kematian Imad Aqil. Setelah itu, Israel masih harus memberondong sang Syuhada, yang telah pasti kesyahidannya dengan lebih dari tujuh puluh tembakan.



Tersebutlah Rasulullah SAW,

Sempurnalah kerasulannya, tak ada sama sekali ruang untuk ego pribadi, hari dimana Jibril dengan sangat sopan, menyampaikan panggilan dari Sang Kekasih. Mencarikan tempat paling mudah bagi sakaratul maut sang kekasih Allah, bukan anak istri yang Ia khawatirkan..

Ummati..

Panggilnya untuk kita semua yang ditinggalkan.



Atau Abraha,

Seorang bodoh, yang membawa pasukan gajah dengan hanya satu tujuan. Mereka tidak sedang ingin memerangi para kabilah Arab. Mereka hanya ingin menghancurkan Ka’bah.

Itu saja.

Begitu mendekati Ka’bah, para gajah tiba tiba lumpuh, dan terjatuh,

selanjutnya Allah, dihari kelahiran Rasulullah, bekenan Ia memberikan rahmatnya pada bangsa Arab yang telah mengungsi dari Mekkah, dengan mengirimkan burung burung yang berkelompok.

Abraha mati tidak dengan seketika. Batu panas dari semacam tanah liat yang dilemparkan kelompok kelompok burung tadi. Memberikan kepastian mati bagi pasukan gajah. Tapi, mati yang satu ini sangat perlahan, ia menggerogoti kulit, lalu masuk ke tulang, saat itu belum juga nyawa tercabut, dada Abraha terbelah, dan jantungnya keluar dalam kondisi tercabik cabik. Itulah balasan bagi mereka yang berani menantang Allah.



****



Kematian ini ternyata sangat penting untuk kita pelajari,

Sesekali, kita harus merekam dengan khusyu prosesi kematian kerabat kita, pemandian, penyolatan, masuknya sang mayat ke liang lahat. merekam setiap gurat sedih para kerabat yang lainnya..

Dan menyimpan rekaman tadi baik baik dalam memori keimanan kita.

Suatu saat, rekaman tadi bisa kita tonton ulang, sebagi obat, bagi sakit nurani yang suka mampir pada hati seawam kita, sebagai suplemen bagi semangat ibadah kita yang sangat sering kendur..

Kita juga perlu banyak banyak mengoleksi catatan kematian para syuhada, seni kematian seperti apa yang mereka pilih. Gurat kebahagiaan macam apa yang mereka tampilkan untuk menemui syahidnya.

Atau para kafir dan laknatullah, ketakutan macam apa, sehebat apa mereka takut menghadapi kematian yang pasti ini.

No comments:

Post a Comment